09 November 2010

KEDATANGAN OBAMA KE INDONESIA KERJASAMA VS TENDENSI POLITIK

Presiden Amerika Serikat Barack Obama yang direncanakan akan datang ke Indonesia pada bulan Maret antara tanggal 20-22. Dengan sloganThe Change We Need dan Yes We Can namun mengalami penundaan hingga tanggal 09-10 November disebabkan karena desakkan dari anggota parlemen AS asal partai Demokrat yang meminta obama menuntaskan pengabilan keputusan akhir rancangan undang-undang reformasi kesehatan.

Tak pelak rencana kunjungan ini memicu sejumlah pro dan kontra. Kelompok pro beranggapan kunjungan Obama bakal mampu meningkatkan citra Indonesia di mata Internasional. Kelompok kontra menilai kunjungan Obama hanya akan membawa Indonesia sebagai negara ”yes man” yang selalu mendukung segala kebijakan AS. Kontroversi tersebut seolah mengulangi kontroversi sebelumnya dalam setiap lawatan presiden AS ke Indonesia. Kasus terakhir, ketika George W. Bush melawat ke Indonesia pada 20 November 2006, karena kebijakannya menginvasi Afghanistan (2001) dan Iraq (2003).

Tujuan kunjungan Obama ke Indonesia tidak hanya akan melakukan kunjungan kenegaraan. Namun rencananya Obama dan Presiden SBY akan secara resmi meluncurkan US-Indonesia Comprehensive Partnership, sebuah inisiatif di mana Amerika Serikat akan memperluas dan memperkuat hubungan dengan Indonesia untuk menangani isu-isu regional dan global. Kemitraan tersebut juga dimaksudkan untuk lebih merekatkan tali kerjasama kedua belah pihak. Tidak hanya menyangkut satu isu, namun juga hubungan yang lebih merata, baik di bidang energi, iptek, perdagangan, investasi, pendidikan, dan lain sebagainya. Namun yang menjadi pertanyaan besar bagi kita, apakah bentuk kerjasama yang ditawarkan tersebut akan menguntungkan kedua pihak atau bahkan semakin memperkuat tertancapnya kuku-kuku imperialisme di Indonesia??

ARTI PENTING INDONESIA DI MATA AS

Secara geo-politik, Indonesia adalah negeri Muslim terbesar, Indonesia merupakan ancaman yang serius bagi AS jika Indonesia berhasil bangkit dengan Ideologi Islam. Padahal sifat dari sebuah Ideologi jika sedang berkuasa adalah berusaha untuk tetap mempertahankan diri. Karenanya, melihat potensi Indonesia ini, adalah sangat wajar jika Amerika tidak tinggal diam. Dan tampaknya cara yang masih cukup ampuh bagi Amerika Serikat adalah dengan melancarkan Isu war on terrorist dan tetap mengkampanyekan Islam moderat.

Secara geo-ekonomi Indonesia merupakan negeri dengan SDA yang luar biasa. Setidaknya, ada Ada 60 cekungan besar minyak bumi dan gas, serta 11 yang sudah berproduksi yaitu: Cekungan Sumatera Utara, Cekungan Sunda, Cekungan Jawa Timur Laut, Cekungan Bone, Cekungan Kutai, Cekungan Seram, Cekungan Salawati dan Cekungan Bintuni, Cekungan Sibolga (tahap eksplorasi), Cekungan Bengkulu (tahap eksplorasi), Cekungan Jawa Selatan (tahap eksplorasi), Cekungan Bangai (tahap eksplorasi). Dari 11 yang sudah berproduksi bumi sebesar 1,93 miliar barel dan gas bumi sebesar 107,5 TCF. Cadangan emas dan perak terdapat di Delta Kapuas, Kepulauan Riau, Pantai Sukabumi.

Namun sayangnya AS menjadi aktor pengeruk SDA terbesar di Indonesia. Tambang Emas di papua yang saat ini dikeruk oleh freeprot, 90 % keuntungannya masuk ke AS. Blok Natuna yang diperkirakan memiliki kandungan gas hingga 222 TCF (triliun kubik kaki), 76% dimiliki oleh ExxonMobil. Blok Cepu yang diprediksi memiliki kandungan minyak lebih dari 600 juta barel (senilai Rp 648 T dengan asumsi harga minyak perbarel $120), sehingga bisa menjadi andalan bahan bakar minyak (BBM) Indonesia, 45% dimiliki oleh ExxonMobil. Selain itu, masih ada banyak perusahaan major AS yang secara keseluruhan menguasai 90 % minyak, dan gas, seperti Total Fina Elf, BP Amoco Arco, Texaco. AS semakin mengukuhkan penjajahan ekonomi melalui perusahaan-perusahaan multinasional yang dimilikinya.

Melihat arti penting Indonesia di mata AS kedatangan Barrack Obama memiliki dimensi tersendiri jika ditinjau dari aspek politik internasional. Kedatangan Obama memiliki dimensi “power”. Mengingat Amerika Serikat tidak lagi menggunakan militer (hard power) untuk menekan negara lain. Maka, Obama kemudian tampil sebagai bentuk kontrol AS melalui “smart power”

Kita bisa menganalisis Amerika Serikat era Obama dalam tiga tingkat analisa yang dikenal dalam studi Hubungan Internasional: Individu, Negara, dan Sistem Internasional. Pada level analisa individu, Obama memang memiliki karakter khas Partai Demokrat yang “friendly” dan lebih mengedepankan soft power. Di awal-awal pemilu, Obama menggunakan isu antiperang dan antiterorisme sebagai political capital, antara lain dengan melempar isu penutupan penjara di Guantanamo Bay. Atas karakteristik ini, publik Amerika Serikat tertarik dan akhirnya memenangkan Obama sebagai Presiden AS.

Akan tetapi, apakah haluan politik luar negeri AS akan terpengaruh hanya oleh rational actor? Kembali jawabannya belum tentu. Iya, rational actor (Obama) memang akan mempengaruhi pengambilan keputusan. Tetapi perlu diingat, masih ada bureaucratic-polity (Kegley, 2002). Jika mindset politik luar negeri AS masih berorientasi pada how to intervene the world as a “world cop”, kita patut skeptis dengan pendekatan yang Obama tawarkan. Mengapa? Karena pada dasarnya, soft power yang ditawarkan oleh Obama bukan persoalan apakah power yang digunakan untuk kebaikan atau tidak, tetapi lebih pada persoalan “how to control another state”. Ini mengacu pada definisi Morgenthau dimana Dominasi dan Hegemoni AS, apapun jenis power-nya, akan tetap ada .

Kendati demikian, ada satu hal lagi yang perlu kita lihat: Amerika Serikat cenderung mengedepankan multilateralisme sebagai soft power-nya. Artinya, sistem internasional yang bersifat unipolar dimanfaatkan oleh Amerika Serikat era Obama untuk merekonstruksi politik luar negerinya. Untuk itulah model smart power digunakan, terutama kepada Iran, Venezuela, atau negara-negara yang selama ini kritis terhadap AS. Di satu sisi, multilateralisme yang dibangun tersebut telah membuat sistem Internasional berubah arah: Amerika Serikat mulai membangun citra diri positif yang diikuti oleh mengendurnya penggunaan koersi dan militer. Akan tetapi, di sisi lain, unipolaritas tetap unipolar dan Hegemoni tetaplah hegemoni. Sistem internasional tetap menjadikan Amerika Serikat sebagai “polisi dunia” yang akan tetap setia mengontrol world government (PBB). Pertanyaan yang perlu kita ajukan, apa yang akan terjadi jika kemudian Obama kalah pada Pemilu 2012 dan Amerika Serikat, atau lobi-lobi AIPAC kian kuat dan mendominasi? Ini yang harus dijadikan catatan.

Oleh karena itu, menjadi logis jika kemudian kita merasa skeptis dengan Ameriaka Serikat era Obama. Tawaran kerjasama yang diberikan di mana-mana termasuk kepada Indonesia, adalah sebagai “topeng” untuk melarikan Amerika Serikat dari tanggung jawabnya menyelesaikan pelbagai konflik yang sebenarnya mereka ciptakan sendiri. Di Iraq, misalnya, berapa jumlah pasukan yang pada saat ini ditarik oleh Obama? Atau, bagaimana politik luar negeri AS dalam konteks Afghanistan-Taliban? Bagaimana kuatnya lobi AIPAC menghalangi dan two-state solution yang ditawarkan sebagai resolusi konflk Israel-Palestina, karena posisi Amerika Serikat berat ke Israel? Ini perlu kita jawab untuk melihat wajah lain Obama dalam politik internasional.

Bagaimana Menyambut Kedatangan Obama?

Ketika tahun lalu Hillary Clinton datang ke Indonesia, ada satu hal yang menjadi fokus pidato Hillary: Indonesia perlu menjadi mitra strategis AS, terutama dalam konteks investasi dan perdagangan. Atase Kebudayaan AS di Indonesia, Anne Grimmes ketika berbicara di Fisipol UGM tahun lalu menyatakan, kedatangan Hillary ke Indonesia sebagai negara tujuan kedua dalam kunjungannya dapat bernilai cukup signifikan bagi pola hubungan AS-Indonesia ke depan.

Jika kita lihat dalam konteks sekarang, kita dapat pula melihat fenomena lain: Mesranya hubungan Indonesia-Cina. Tentu saja, pascakrisis finansial global, muncul kekuatan baru dalam ekonomi dunia, yaitu Cina. Ditandatanganinya ACFTA yang menjadi awal baru hubungan romantis CINA-ASEAN diharapkan diperluas kerjasamanya secara efektif dalam kerang ASEAN+3. Amerika Serikat tentu perlu mewaspadai hal ini, karena sudah jamak diketahui bahwa Perebutan pengaruh AS dan Cina terjadi di beberapa regional, salah satunya Asia Tenggara dan Afrika.

Sehingga, kita tak dapat pula melepaskan konteks kedatangan Obama ke Indonesia dari perisitiwa-peristiwa Internasional kontemporer. Peristiwa lain adalah persoalan Tibet yang memicu sedikit ketegangan antara AS dan Cina, menyusul kunjungan AS ke Dalai Lama yang tidak direstui Cina. Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara dinilai perlu dikendalikan kembali oleh soft power Amerika Serikat.

Oleh karena itu, menjadi jelas bahwa ada tendensi politik Obama datang ke Indonesia. Untuk itu Indonesia perlu merancang sikap dalam menghadapi kedatangan Obama. Realisme politik adalah persoalan power. Dalam dunia unipolar sekarang, perlu kehati-hatian agar tidak terjebak dalam power politics. Untuk itulah kedatangan Obama perlu kita sikapi secara lebih tajam. Awas, jangan terperangkap politik kekuatan dunia!

19 Oktober 2010

REVIEW DISKUSI PELATARAN IPTEKS, SELASA 19 OKTOBER 2010, PUKUL 02.00, MODERATOR: PANDU PRAYOGA

PENDALAMAN PARADIGMA REALIS

Sejarah awal berkembangnya paradigma realis:

ü Pada thn 1600-an (dikenal dengan abad pencerahan, munculnya sejumlah revolusi)

ü Selanjutnya thn 1900-an(abad terakhir dari kerajaan-kerajaan/dinasti)

ü Pecahnya Great War

ü Dibentuklah LBB

(pada empat masa di’atas, paradigma umum yang berkembang adalah paradigma Liberalisme Klasik, dimana masyarakat memiliki optimisme yang tinggi akan perdamaian dan kerjasama sehingga menjadi salah satu alasan di bentuknya LBB)

ü Pecahnya Perang Dunia ke-II

(pasca PD II pecah, paradigma realis mulai berkembang. E.R Carr, berpendapat bahwa paradigma yang menjadi landasan d’bentuknya LBB itu adalah suatu kesalahan sebab “rapuh” jika hanya dilandaskan pada hal-hal yang ideal padahal setiap negara memiliki kepentingan-kepentingan nasionalnya masing-masing, dan layaknya hal seperti itu di landasi dengan kesiagaan, dan bagaimana kita menyeimbangkan kekuasaan dan bagaimana kita mencurigai yang lain. Adanya kepentingan nasional setiap negara di buktikan melalui contoh-contoh ekspasi yang terjadi pada masa berdirinya LBB yaitu terjadi ekspansi Jepang ke China, dan ekspansi Italia ke Ethiopia)

2 DARI 6 PRINSIP REALIS: (YG D’ANGGAP PENTING)

ü Politik pada masyarakat di perintah oleh hukum obyektif

ü Petunjuk utama adalah kepentingan/ kekuatan


Selanjutnya berbicara mengenai kepentingan nasional, menurut Hans J. Morgenthau bahwa sumber dari kepentingan nasional dan tindakan luar negeri suatu negara bersumber dari:

ü Konsideran ideologis (konstitusi)

ü Konsideran kepentingan ( sejalan dengan perkembangan zaman)

Adapun level-level kepentingan nasional:

ü Inti : berkaitan dengan kedaulatan suatu negara)

ü Vital: kepentingan yang harus ada

ü Mendesak: kebutuhan kontemporer

ü Dinamis: di’identifikasi berdasarkan kapasitas dan posisi relatif.

Cara-cara yang dapat digunakan untuk merumuskan kepentingan nasional:

ü Identifikasi aspek kepentingan

ü Tingkat kepentingan

ü Jangka waktu pencapaian

ü Hasil yang dicapai

ü Peluang dan hambatan

ü Kemampuan mencapainya

Asumsi dasar realis: hubungan internasional bersifat konfliktual , dan yang menjadi aktor pentingnya adalah negara sebab menurut realis, tidak ada aktor lain di atas negara yang mampu mengatur dan mengontrol negara.

Merujuk ke hal tersebut, maka dalam realis di perlukan instrumen militer/ cara yang digunakan untuk mempertahankan negara. ada dua konsekuensi Militer dalam paradigma realis:

1. Realis defensif. Dicetuskan oleh Waltz dimana di jelaskan bahwa suatu negara lebih baik mempertahankan diri, yang salah satunya dapat dilakukan dengan menjalin kerjasama ketimbang melakukan peperangan sebab ada banyak kerugian yang ditimbulkan ketika suatu negara hendak melakukan peperangan atau ekspansi, ketimbang hasil yang diperoleh sangat minim


2. Realis offensif merupakan kebalikan dari realis defensif dimana di jelaskan bahwa akan lebih menguntungkan ketika suatu negara melalukan ekspansi sebab telah banyak contoh negara-negara yang berjaya pasal melakukan ekspansi.

Yang menjadi pertanyaan kita kemudian adalah mengapa paradigma realis selalu memikirkan cara untuk mempertahankan (defense) atau melakukan peperangan (offense), bukannya malah menciptakan perdamaian dunia???

First answer...à sebab merujuk kepada adanya konsep ancaman, bahwa setiap negara punya potensi untuk menjadi ancaman sekecil apapun itu.

Second anwer.. à ...............

NOTES: DISKUSI PEKAN DEPAN : PENDALAMAN “POLITIK LUAR NEGERI, KONSEP DAN TEORI”

06 Oktober 2010

REVIEW DISKUSI : LOGIKA BERFIKIR

Pada tanggal 30 Agustus 2010, pukul 16.00, dept advokastra kembali mengadakan diskusi dengan tema”Logika Berfikir”. Diskusi yang dihadiri oleh sebagian besar mahasiswa baru dan warga HI ini difasilitatori oleh Muhammad Asy’ari. Bertempat di ruang FIS 3 107.

Pada awal diskusi, pemateri memulainya dengan pemaparan mengenai contoh2 aktivitas keseharian kita yang terkadang tidak kita pahami efek yang ditimbulkannya secara tidak langsung. Sebagai contoh : tentunya kita pernah berkunjung ke tempat yang bernama “MALL” sebuah tempat pelarian yang dikatakan efektif untuk menghilangkan kepenatan dari aktifitas-aktifitas keseharian kita. Banyak yang bisa kita lakukan di MALL (jika sedang dalam kondisi berduit) seperti berbelanja, makan, karaokean, atau bahkan hanya sekedar mencuci mata. Ketika kita berbelanja di MALL kita ditawarkan sejumlah barang bermerk dengan tawaran kualitas dunia dan terkadang hal ini efektif untuk membuat para kaum-kaum ‘fashionista tergiur untuk membeli, sehingga menghabiskan duit beratus ratus ribu bahkan berjuta juta rupiah hanya demi PAKAIAN dan karena pemikiran-pemikiran seperti itu, maka industri pakaian di negeri kita yang kualitasnya tidak kalah dari “merk merk asing”menjadi “lesu” dari tahun ke tahun.

PAKAIAN adalah sepotong atau bahkan dua potong kain yang kita gunakan untuk menutupi tubuh, dan tahu kah teman-teman bahwa kain tersebut dapat kita peroleh tidak hanya di MALL saja??!....tentu teman-teman paham. Akan tetapi, satu hal yang tidak dipahami secara mendasar bahwa teman-teman tidak mampu membedakan apa itu KEBUTUHAN dan apa itu KEINGINAN. Ketika teman-teman lebih memilih barang-barang bermerk di MALL ketimbang barang-barang di Central Market itu dinamakan KEINGINAN. Sebagian dari kita masih terpenjara dengan KEINGINAN sehingga kadang Melupakan Apa Sesungguhnya Yang Kita Butuhkan.

Jika tidak ingin jatuh terlalu dalam di jurang KEINGINAN maka mulai detik ini....menit ini....atau satu jam kedepan (setelah teman-teman membaca reviw ini) luangkan waktu sejenak untuk DIAM dan BERPIKIR... apa sebenarnya yang kita BUTUHKAN...(satu hal yang sangat mudah namun menjadi sulit karena pasti tidak pernah terfikir atau terbersit di otak teman-teman).........................................

atau jika belum mampu memilah-milah antara KEINGINAN dan KEBUTUHAN ...(saking terlalu banyak list/daftar KEINGINAN dibanding KEBUTUHAN)..... bagaimana jika kita kembali DIAM dan BERPIKIR ..... APA ESENSI DARI PENCIPTAAN KITA???????

Dalam Logika Berfikir, kita semua di ajak untuk MEMIKIRKAN KEMBALI mengenai semua hal, sekecil atau sebesar apapun dan apa efek yang timbul setelahnya...kemampuan ini tidak dimiliki oleh semua orang sebab BERFIKIR adalah sesuatu yang SULIT jika teman-teman tidak memiliki fondasi PEMIKIRAN yang kokoh.....fondasi yang dimaksud adalah PARADIGMA....

REVIEW DISKUSI : FILSAFAT ILMU

T4:PELATARAN BARUGA

WAKTU/ TANGGAL : 10.00 / 28 OKTOBER 2010

FASILITATOR : HASBI ASWAR

Kita tentunya telah sering mendengar kata “filsafat ilmu” walaupun begitu masih banyak orang yang tidak memahami dan cenderung apatis mengenai hal tersebut. Padahal, filsafat ilmu adalah suatu hal yang paling fundamental untuk kita pahami terlebih lagi sebagai mahasiswa, sebab dengan memahami filsafat ilmu kita akan senantiasa tergerak untuk bersikap kritis dalam melihat sebuah fenomena yang ada.

Jika dijabarkan secara etimologi, filsafat berasal dari bahasa latin yang mana philos berarti cinta dan sophia yang berarti kearifan/kebijaksanaan. Menurut widya’10 filsafat adalah proses berpikir untuk mencari kebenaran yang hakiki dan menurut rere’10 filsafat adalah pemikiran mendalam tentang suatu hal. Pendapat-pendapat tersebut pada dasarnya sama, filsafat muncul karena keinginan seseorang akan suatu kebenaran sejati sehingga untuk memperoleh kebenaran sejati tersebut dibutuhkan pencarian yang cukup lama, dan dalam masa pencarian tersebut, seseorang akan mengalami proses berpikir yang cukup panjang. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa filsafat menjadi hal yang fundamental bagi kita sebagai umat manusia yang memang selalui haus akan kebenaran.

Selanjutnya, bagaimana suatu keyakinan dapat dianggap suatu kebenaran?

Hal tersebut dapat dijawab dengan banyak versi, contohnya:

-kebenaran menurut kaum materialis adalah berdasarkan pengalaman

-kebenaran menurut cristialis adalah berdasarkan kitab

-dan landasan penilai kebenaran menurut kausalitas adalah sebab akibat.

Kaum awam mungkin akan dengan serta merta menerima pendapat-pendapat diatas, tapi kita sebagai mahasiswa yang menyandang gelar kaum intelektual tidak boleh serta merta menerimanya, kita akan mampu menyimpulkan apa itu kebenaran jika kita mau bergerak untuk melakukan pencarian mengenai kebenaran yang sejati. Ketika apa yang kita yakini sejalan dengan realita juga tidak bisa disebut sebagai kebenaran sebab bagaimana jika yang kita pikirkan adalah sesuatu yang salah bagi orang lain...

Untuk itulah manusia dianugrahi otak, yang sesungguhnya memiliki kemampuan yang luar biasa jika selalu di asah dan di asah untuk berpikir dan menganalisa sebab yang membedakan derajat manusia dari yang lainnya adalah pemikirannya.

16 September 2010

Fair Trade, Perdagangan Alternatif

Buku karangan Bob S. Hadiwinata dan Aknold K. Pakpahan dengan judul fair trade merupakan buku yang sarat akan pengetahuan mengenai situasi dan kondisi ekonomi yang sedang melanda dunia. Free trade (perdagangan bebas) adalah sebuah sistem ekonomi sebagai hasil dari globalisai yang terus di perjuangkannegara-negara maju du belahan bumi Utara melalui GATT (general agreements on trade and tariffs) dan kemudian WTO (world trade organisation).
Sebagai rejim yang mengemban prinsip liberalisasi perdagangan, GATT/WTO berasumsi bahwa hanya melalui partisipasi di dalam perdagangan internasional, maka negara-negara miskin dapat ikut menikmati keuntungan. Liberalisasi perdagangan mutlak diperlukan, menurut GATT/WTO, karena tidak saja dapat memperlancar perdagangan antar bangsa tetapi juga bersifat saling menguntungkan sehingga dapat memberikan keuntungan maksimal kepada para pelakunya. (hal 12)
Namun hal tersebut sangat di ragukan. Para pengamat dari kubu Marxis tidak yakin bahwa peningkatan partisipasi negara-negara berkembang di dalam pasar internasional dapat meningkatkan kesejahteraan kaum marjinal. Peningkatan aktifitas industri di negara berkembang justru meningkatkaan proses eksploitasi terhadap kaum buruh di negara-negara tersebut.
Persoalan yang tidak kalah pentingnya adalah bahwa ketika berpastisipasi di dalam perdagangan internasional negara miskin –akibat keterbatasan modal, teknologi, pengetahuan, dan sumberdaya manusia-seringkali “dipaksa“ untuk berspesialisasi pada produk primer dengan nilai tambah yang rendah seperti produk pertanian dan bahan tambang.(hal 14)
Di dalam buku fair trade di jelaskan pula mengenai sejarah awal terbentuknya GATT dan WTO sebagai organisasi yang mengendalikan perekonomian di dunia. Pada mulanya GATT dibentuk untuk mengakomodasi kepentingan perlindungan industri di dalam negeri, pemberlakuan tarif yang di atur di dalam GATT. GATT pada prinsipnya merupakan forum perundingan yang dimaksudkan untuk meminimalisir hambatan-hambatan perdagangan (tarif maupun non-tarif) agar perdagangan dunia dapat menjadi ebih semarak. Dengan demikian dapat di mengerti jika tujuan untama GATT adalah untuk menciptakan kelancaran perdagangan antar bangsa dengan cara penurunan tarif impor secara gradual. Seiring dengan perkembangan zaman, GATT yang tadinya hanya melibatkan 23 negara industri, kian bertambah hingga mencapai 125 negara pada tahun 1994 termasuk ke dalamnya negara-negara maju. Negara-negara maju inilah yang mulai mendominasi di setiap pengambilan keputusan atau negosiasi dan negara-negara berkembang tidak dapat berbuat banyak. Situasi semacam ini menimbulkan ketidak harmonisan antara kelompok eksklusif negara-negara maju berhadapan dengan negara mayoritas anggota yang terdiri dari negara-negara sedang berkembang.
Permasalahan yang tidak bisa di pecahkan oleh GATT adalah masalah NTBs (non-tariff barries) di mana GATT hanya bisa menyerukan kepada para anggotanya untuk mengurangi bahkan menghilangkan sama sekali kebijakan-kebijakan NTBs-nya tanpa mampu memberikan sanksi yang jelas bagi mereka yang melanggar seruan tersebut. (hal 30).
GATT kemudian digantikan dengan WTO dengan maksud untuk menyempurnakan mekanisme pengaturan aktifitas perdagangan internasional yang menyangkut sekurang-kurangnya tiga aspek penting: 1. Peningkatan komitmen negara-negara anggota untuk mendukung beroperasinya sebuah rejim perdagangan internasional. 2. Peningkatan kapasitas administratif terutama dalam hal penyelesaian konflik perdagangan antar negara; dan 3. Pemberian wewenang yang lebih besar dalam proses negosiasi perdagangan di dalam berbagai forum ekonomi global.
Walaupun WTO baru berjalan beberapa tahun, beberapa pakar ekonomi internasional menyatakan ketidakyakinan mereka bahwa rejim ini mampu secara optimal memenuhi target yang gagal di capai oleh GATT. (hal 37)
Persoalan paling mendasar yang dihadapi oleh rejim perdagangan internasional seperti WTO adalah adanya penerapan standar ganda dan terdapat ketidaksesuaian antara kebijakan dengan tindakan dalam hal penerapan proteksi pelaku bisnis. Para pendukung perdagangan bebas sangat berkeyakinan bahwa semakin terbuka perekonomian sebuah negara, semakin besar kesempatan bagi negara tersebut untuk memperoleh pertumbuhan ekonomi yang tinggi, pengurangan angka kemiskinan dan peningkatan pendapatan perkapita. Sikap yang terlalu melebih-lebihkan keunggulan perdagangan bebas barangkali melupakan fakta mengenai esensi dari hubungan perdagangan antar negara, terutama apabila menyangkut 2 jenis komoditas yang berbeda dari segi nilai tambahnya. Bagi negara-negara yang berkonsentrasi pada sektor industri padat teknologi dan modal, keuntungan jelas dapat di peroleh secara maksimal karena produk tersebut biasanya memberi kesempatan kepada produsennya untuk menjadi “price setters” (penentu harga pasar) karena ketergantungan masyarakat terhadap produk tersebut. Sebaliknya, negara yang berkonsentrasi pada komodity primer keuntungan yang di peroleh sangat terbatas karena posisi mereka yang sebagai “price takers” bahkan seringkali harus menderita kerugian materi, tenaga maupun waktu karena sifat produk yang tidak tahan lama dan ketergantungan yang tinggi pada perantara. Dapat disimpulkan bahwa perdagangan bebas tidak memberikan keuntungan bersama, akan tetapi kita tidak mungkin serta merta menarik diri dari sistem ini sebab pada dasarnya tidak ada satu pun negara yang dapat hidup secara autarkis (sanggup memenuhi segala kebutuhan rakyat secara mandiri), maka kebijakan menutup diri akan mengakibatkan pelanggaran terhadap hal asasi manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup sesuai dengan kemampuannya. (hal 56)
Dengan demikian solusi yang di tawarkan dalam konteks ini adalah menawarkan sebuah konsep perdagangan alternatif yang memberikan ruang bagi prinsip perlindungan hak azasi manusia, kesetaraan, keadilan, keterbukaan, sustainabilitas, toleransi dan demokrasi. Fair Trade merupakan gagasan yang di kumandangkan oleh NGOs pada dekade tahun 1960. NGOs merupakan kelompok yang menentang dominasi kapitalisme global. OXFAM-Great Britain, sebuah NGO yang bermarkas di Oxford Inggris, merupakan salah satu pionir dari gagasan fair trade (perdagangan yang adil) sebagai alternatif dari free trade (perdagangan bebas) yang terus menerus di kampanyekan oleh negara-negara liberal. Walaupun sangat kecil dibandingkan dengan jalur perdagangan konvensional, jalur perdagangan kemanusiaan ini cukup memberikan harapan bahwa terlepas dari dominasi kapitalisme global yang berkembang melalui perdagangan lain yang membebaskan para pemodal kecil dari trade exploitation (penindasan perdagangan). Kecilnya volume perdagangan melalui jalur fair trade (jika di bandingkan dengan perdagangan konvensional barangkali berkaitan dengan terbatasnya lingkup aktifitas gerakan fair trade yang hanya membatasi pada pembelian komoditi primer, kerajinan dan terget dari kegiatan tersebut hanya pada kelompok petani/nelayan/pengrajin atau koperasi saja. Di samping itu, aspek yang ditangani hanya menyangkut upaya untuk mengurangi trade exploitation.
Buku ini juga berupaya untuk membuat semacam penealaahan ringkas mengenai kampanye fair trade yang dilakukan Oxfam Great Britain. Sasaran yang ingin di capai adalah untuk mengidentifikasi peluang dan tantangan yang di hadapi oleh organisasi tersebut yang selama kurang lebih 40 tahun menjalankan aktifitas fair trade. Buku ini membahas secara lengkap sejarah, bentuk bahkan aplikasi-aplikasi dari fair trade yang telah terlaksana.
Buku ini menyajikan sejumlah contoh-contoh bentuk perdagangan fair trade akan tetapi sebagian besar masih dalam konteks lokal belum ke dalam skala internasional. Fair trade adalah sistem yang di tujukan untuk masyarakat dunia, bahwa keadilan dalam berdagang dapat di capai dengan cara merubah sistem yang ada, dan dapat pula di lakukan dengan menekankan aspek hukum untuk menertibkan sistem perekonomian yang ada, jika contoh-contoh fair trade sebatas di berikan dalam tatanan lingkungan lokal maka tentu hal tersebut tidak menampakkan kelebihan yang signikan akan sistem ini. Fair trade adalah sistem perekonomian yang sarat akan pesan moral dan tujuan yang mulia untuk memasukkan berbagai prinsip kemanusiaan yang telah dirumuskan dan disepakati dalam berbagai konvensi internasional, ke dalam aktifitas perdagangan pada lingkup lokal, nasional, regional maupun internasional.

23 Agustus 2010

Kemerdekaan ‘sebatas’ mimpi ?

17 Agustus Tahun ‘45
Itulah Hari Kemerdekaan Kita
Hari Merdeka Nusa dan Bangsa
Hari Lahirnya bangsa Indonesia
MERDEKA…



Membaca barisan kalimat di atas,tentu,kita tahu bahwa itu adalah sepenggal Lagu Kemerdekaan Indonesia yang mulai digumamkan pada tanggal 17 Agustus 1945, 65 tahun silam. Kini, 65 tahun telah berjalan,banyak hal yang perlu refleksi bersama. Perlu sadar apakah setiap tanggal 17 Agustus cukup dengan berlomba-lomba memasang bendera agar timbul kesan bahwa itu menunjukkan nasionalis, mengikuti upacara kemerdekaan ‘sekadar’ rutinitas tahunan tanpa memaknai hakikat kemerdekaan. Dan apakah benar negeri ini sudah ‘merdeka’?.
Refleksi sejenak..Kini 65 tahun merdeka dan krisis pangan masih menjadi masalah klasik hingga kini. Sebuah ironi untuk negeri agraris seperti Indonesia. Krisis pangan dimana pangan bergantung pada impor dan harga kian melonjak semakin mencekik leher rakyat. Dimana keberpihakan kepada Rakyat?. Itu sebuah fakta tak terelakkan, bahkan semangat kolonialisme masih menggerogoti jiwa-jiwa ‘mereka’ yang katanya mewakili suara Rakyat. BUMN di-privatisasi-kan dengan berbagai dalih yang katanya untuk rakyat. Faktanya, BULOG, dijadikan privat dan industri hilir pangan hingga distribusi (ekspor-impor) dikuasai oleh perusahaan seperti Cargill dan Charoen Phokpand. Market access Indonesia dibuka lebar hingga 0% seperti kedelai (1998,2008) dan beras (1998). Sementara subsidi domestik (tanah, irigasi,pupuk, insentif harga) semakin berkurang. Kini, negeri ini dibanjiri dengan barang pangan murah, pasar domestik hancur (1995 hingga kini). Jelas membunuh petani!. Juga, deregulasi justru semakin menguntungkan perusahaan besar dan mengalahkan pertanian rakyat seperti UU No.25/2007 tentang Penanaman Modal, UU No.18/2003 tentang perkebunan (sumber: Serikat Petani Indonesia). Kebijakan ini semakin menggeliatkan upaya privatisasi menuju monopoli pasar.
Di sektor pertambangan, dengan dikeluarkannya UU No.4 tahun 2009 tentang mineral dan Batu Bara yang semakin membuka kesempatan ekspansi wilayah tambang, Kado Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap kasus lumpur Lapindo. Indonesia masih menghadapi persoalan kebakaran hutan dan lahan atau ‘sengaja’ dibakar?. Dimana jumlah titik api di tahun 2009, dari Mei 2009 hingga Agustus 2009, 21294,mayoritas di Kalimantan dan Sumatera. Pencurian ikan oleh 10 negara sehingga negara rugi 30 trilyun setiap tahun.
Lagi, Pasca Perjanjian Perdagangan bebas ASEAN dan Indonesia , Impor dari China lebih besar daripada ekspor Indonesia ke China. Defisit itu terus meningkat tajam dari 1,3 miliar dolar AS pada tahun 2007 menjadi 9,2 miliar dolar AS pada 2008 atau naik sekitar 600 persen. Bahkan sejak Januari hingga Oktober 2009, defisitnya mencapai 3,9 miliar dolar AS. Sepanjang tahun 2008 sampai 2009, sudah 426 perusahaan Tekstil dan produksi tekstil nasional sudah gulung tikar akibat kalah bersaing dengan produk impor China. (Sumber: Catatan awal tahun 2010 WALHI)
Presentasi kemiskinan memang turun dari 2009 hingga 2010 tak berubah banyak, Data BPS Maret 2009 berkisar 14,15%, namun faktanya jumlah orang miskin justru kian bertambah. Jumlah angka penganguran yang tak berubah banyak, hanya terus bergerak kisaran 10% atau sekitar 9,43 juta jiwa.
Sektor pendidikan, jargon pendidikan, sekolah gratis yang menggema, namun penerapannya masih ‘amburadul’. Biaya pendidikan mahal dan hasilnya pendidikan semakin tidak merata. Dalam RAPBN Pemerintah Indonesia 2011, sektor pendidikan dianggarkan 50,3 triliun, namun tetap saja tidak memenuhi amanat dalam UU yang seharusnya menganggarkan 20% dari total anggaran belanja negara. Juga,angka putus sekolah mencapai 12 juta jiwa atau mungkin saja lebih. Sekitar 155.965 anak berkeliaran di jalan. Sekitar 2,1 juta jiwa menjadi pekerja di bawah umur atau bahkan mungkin saja lebih. Pilihan yang sebenarnya bukanlah pilihan tepat untuk mereka yang seharusnya di usia itu mengecap pendidikan, rela mengobarkan dunia pendidikannya demi sesuap nasi. Hal ini seharusnya tidak terjadi jika ‘mereka’ yang katanya mewakili rakyat memenuhi tanggung jawabnya dengan tepat.
Selain itu, rakyat dipaksa untuk beranjak dari tanah sumber kehidupannya. Status HGU lahan petani takalar oleh PTPN XIV selama 25 tahun faktanya berarti tanpa batas waktu. Sejak tahun 1980-an hingga kini, tanah mereka masih terampas untuk menghasilkan gula demi target ekspor dan statistic ekonomi (baca: prestasi pemda).
Di atas hanyalah segelintir fakta ironis sekaligus menggelitik.

Apakah benar negeri ini, Indonesia, telah 65 tahun merdeka ?

Kemerdekaan ‘sebatas’ mimpi-kah ?.

12 Agustus 2010

CEKIKAN GLOBALISASI DI INDONESIA

Era kemudahan akses informasi dan teknologi seperti sekarang merupakan faktor pendorong munculnya istilah yang tak pelak membuat segelintir telinga masyarakat Indonesia memerah mendengarnya, itulah Globalisasi. Betul, tak semua orang sepakat akan pendapat seperti ini. Dalam menelaah istilah Globalisasi, maka diperoleh keberagaman yang menimbulkan ambiguitas (makna ganda). Masyarakat awam memahami globalisasi, sebuah fenomena yang membawa aspek-aspek kemajuan saja. Tak seperti itu, sesungguhnya globalisasi tak seindah dibayangkan.
Fakta mengatakan globalisasi yang dihadapi sekarang tidaklah dalam tataran ideal yang membawa unsur-unsur kemajuan dalam berbagai aspek kehidupan. Namun, globalisasi sekarang adalah proses rekayasa sosial. Seperti diungkapkan oleh Noam Comsky bahwa globalization as "a conspiracy of the Western elite to establish private tyrannies across the world" atau dengan kata lain globalisasi adalah sebuah bentuk konspirasi elit Barat untuk mendirikan tirani pribadi di seluruh dunia. Sekarang ini globalisasi melahirkan sebuah bentuk penjajahan baru, yang dikenal dengan sebutan Neoliberalisme.
Neoliberalisme di Indonesia membawa dampak krisis ekologi dan sosial. Neoliberalisme di Indonesia masuk melalui celah yang disepakati oleh pemerintah Indonesia sendiri yaitu Undang-undang No.1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. Konspirasi global yang dibawa melalui neoliberalisme kini di Indonesia, berawal pada tahun 1967, perusahaan Time Life mensponsori sebuah konfrensi di Swiss yang memberi kesempatan bagi perusahaan-perusahaan besar untuk menguasai perekonomian Indonesia. Konferensi ini dihadiri oleh penguasa-penguasa paling berpengaruh dunia, salah satunya David Rockefeller. Raksasa dunia negara maju juga terwakili dalam konfrensi ini misalnya keikutsertaan perusahaan-perusahaan perminyakan, bank-bank besar, General Motors, British Leyland, ICI, British-American Tobacco, Lehman Brothers, American Express, dan Siemens.
Fakta bahwa neoliberalisme di Indonesia menyebabkan hutang Indonesia Indonesia terus meningkat, kebijakan atas investasi semakin dimudahkan. Dan parahnya, kejadian ini didukung oleh negara sebagai perumus dan penentu kebijakan. Indonesia selalu menggembar-gemborkan upah buruh murah. Dan ini menjadi sebuah ketertarikan investor asing yang membawa kesesakan nafas bagi buruh Indonesia. Misalnya, untuk menghasilkan produk perusahaan asing seperti kebanyakan merk GAP dan Old Navy pada sebuah pabrik berlokasi di Jakarta, harga produk celana dijual di pasar Rp100.000/celana sedangkan dari setiap celana yang diproduksi buruh hanya mendapat upah Rp500 dengan sehari minimal 300 celana. Tidak hanya itu, jam kerja buruh bervariasi, 24-36 jam dengan upah tak seberapa.
Belum lagi, subsidi bagi kelangsungan hidup masyarakat harus dipotong bahkan ditiadakan menjadikan kehidupan sosial masyarakat semakin tak menentu. Terlihat seperti subsidi listrik turun dari Rp47,546 T menjadi 37,8 T. Bantuan Langsung Tunai (BLT) dihapus, subsidi pangan turun dari Rp12,987 T menjadi Rp11,4 T saja. Leher petani pun semakin tercekik dengan diturunkannya subsidi pupuk Rp18,43 T menjadi Rp11,3 T.
Di sektor kehutanan dan perkebunan dapat dilihat bahwa yang menjadi faktor utama penghancuran hutan Indonesia adalah alih fungsi hutan menjadi areal perkebunan, pertambangan, maupun pemukiman selain pembalakan dan kebakaran hutan. Di tahun 2009, dari bulan Mei- Agustus, jumlah titik adalah 21294, mayoritas di Kalimantan dan Sumatra. Kembali dukungan pemerintah melalui Peraturan Pemerintah No.14 tahun 2009 tentang pedoman pemanfaatan lahan gambut untuk pembudidayaan kelapa sawit memperparah kondisi lahan gambut Indonesia dengan luas sekitar 22 juta hektar. Data BPPT menyebutkan bahwa melalu data satelit 2009 lahan gambut Indonesia sebesar 33% dalam kondisi baik, 17% dalam keadaan agak rusak, dan parahnya 50% sudah sangat rusak.
Juga, dalam laporan Greenpeace “Pembukaan Hutan Illegal dan Greenwash RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil): Studi kasus Sinar Mas” menyebutkan salah satu dampak dari kegiatan ini menyumbang perubahan iklim global. Greenpeace memperkirakan rata-rata emisi tahunan yang disebabkan oleh degradasi gambut untuk perkebunan minyak kelapa sawit Sinar Mas pada satu propinsi (Riau) saja ada 2,5 juta ton CO2. Perusahaan yang membeli produk minyak kelapa sawit dari Sinar Mas termasuk Nestlé, Kraft dan Procter & Gamble. Akhir tahun 2008, Sinar Mas memiliki 392.000 Ha perkebunan dengan pembagian 213.000 Ha di Sumatera, 165.000 Ha di Kalimantan dan 12.700 Ha di Papua. Sinar Mas mengklaim memiliki area lahan terbesar di dunia dengan 1,3 juta hektar area lahan yang tersedia untuk ekspansi, berlokasi di wilayah hutan lebat di Papua dan Kalimantan.
Kehancuran juga semakin menggeliat di sektor industri dan perdagangan. Impor dari China lebih besar daripada ekspor Indonesia ke China, tahun 2008 ekspor China ke Indonesia meningkat 652% dibanding tahun 2003, sedangkan dalam kurun waktu yang sama Indonesia hanya meningkat 265%. Ini mengakibatkan defisit perdagangan Indonesia semakin menajam dari 1,3 miliar dolar AS pada tahun 2007 menjadi 9,2 miliar dolar AS pada tahun 2008 atau naik sekitar 600 persen. Bahkan sejak Januari hingga Oktober 2009, defisit mencapai 3,9 miliar dolar AS. Di tahun 2008 hingga 2009, sudah 426 perusahaan tekstil dan produksi tekstil nasional gulung tikar dikarenakan kalah bersaing dengan produk impor China. Sungguh gempuran dahsyat yang berdampak ketidakstabilan perekonomian Indonesia.
Sejumlah fakta di atas, maka jelaslah sebuah kenyataan bahwa globalisasi merupakan rekayasa sosial yang melahirkan apa yang disebut neoliberalisme. Praktek neolib ini mencekik sektor ekologi dan sosial masyarakat Indonesia. Neoliberalisme yang di dalamnya berperan tiga aktor yaitu negara, MNC, dan pekerja. Negara mendukung tumbuh suburnya praktek neolib dan berdampak negatif pada rakyat Indonesia.

Ditulis oleh:
Noor Fahmi Pramuji

11 Agustus 2010

Fakta Hari Ini…

“Lebih dari tiga perempat penduduk dunia tinggal di negara-negara berkembang, namun mereka semua hanya menikmati 16% dari total pendapatan dunia sedangkan 20% penduduk terkaya di dunia menikmati hampir 85% dari seluruh pendapatan global.” (UNDP, Human Development Report, 1995)


Impor dari China lebih besar daripada ekspor Indonesia ke China (pasca Free Trade Indonesia-China).
“Defisit terus meningkat tajam dari 1,3 miliar dolar AS pada tahun 2007 menjadi 9,2 miliar dolar AS pada 2008 atau naik sekitar 600 persen. Bahkan sejak Januari hingga Oktober 2009, defisitnya mencapai 3,9 miliar dolar AS” (catatan awal tahun 2010, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia)

“Indonesia jauh di belakang negara dunia ketiga lainnya, seperti Bolivia, dalam penanganan perubahan iklim tanpa melalui metode carbon off-set.” (catatan awal tahun 2010, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia)

KRONOLOGIS AKSI BURUH PT BOGATAMA MARI NUSA (BOMAR)

6 Mei 2010 : Berlangsung aksi oleh buruh yang kemudian pasca aksi dihasilkan kesepakatan dengan pihak pengusaha bahwa pengangkatan buruh harian lepas menjadi menjadi buruh harian tetap, beberapa hak normative diakui, tidak ada sanksi bagi buruh yang mengikuti aksi pada tanggal ini.
Namun, perkembangannya pihak pengusaha tidak mematuhi kesepakatan. Pihak pengusaha justru melakukan PHK terhadap pengurus serikat yang bekerja di perusahaan tersebut. Jelas!, perbuatan ini melawan hukum yakni upaya pemberangusan Serikat Buruh. Perusahaan bertindak sewenang-wenang, seharusnya untuk melakukan PHK melewati mekanisme ketenagakerjaan.Parahnya, pihak pengusaha tidak mengakui perbuatannya justru mempersulit buruh yang berserikat untuk mendapatkan HAK-nya!.
28 Juli 2010 : Aksi mogok bersama dilakukan oleh beberapa buruh PT BOMAR di kawasan industri makassar (KIMA). Mengacu pada kondisi yang menimpa buruh PT BOMAR, maka FRONT SOLIDARITAS UNTUK BURUH PT BOMAR mengeluarkan surat pernyataan sikap dengan mengajukan 3 tuntutan terhadap pihak perusahaan.

*sumber : Surat Pernyataan Sikap FRONT SOLIDARITAS UNTUK BURUH PT BOMAR.

-Departemen Advokasi dan Kajian Strategis
Himahi Fisip Unhas-

02 Agustus 2010

Perjuangan Rakyat Polongbangkeng Terkini

Perjuangan Rakyat Polombangkeng Kabupaten Takalar masih terus berlanjut. Mereka terus melanjutkan perlawanan untuk mendapatkan haknya!. Tanah yang diambil paksa sejak tahun 1980-an oleh PTPN masih terus diperjuangkan.Tembakam peluru, teror, serta kondisi lain yang setiap saat mengancam nyawa mereka BUKAN PENGHALANG untuk mengambil kembali apa yang seharusnya menjadi HAK Rakyat Polombangkeng!.

Sebagai bentuk perjuangan untuk memperoleh HAK mereka, perkembangan terakhir adalah terbentuknya Serikat Tani Polombangkeng (STP) yang mengajukan 8 tuntutan Rakyat Polombangkeng atas Sengketa Lahan Hak Guna Usaha (HGU) PTPN XIV, Pabrik Gula Takalar...

LAWAN KETIDAKADILAN!!
KEMBALIKAN HAK RAKYAT YANG TERAMPAS!!

-Departemen Advokasi dan Kajian Strategis Himahi Fisip Unhas-

27 Juni 2010

Selamat Berkunjung..

ADVOKASTRA; PUSAT KAJIAN DAN PENGEMBANGAN DATA HI

Saluran sederhana departemen advokasi dan kajian strategis HIMAHI FISIP UNHAS,
mencoba menjadi salah satu pintu informasi bagi teman-teman dengan niatan semoga bisa bermanfaat dan menjadi sebuah metodologi berbagi ilmu dengan yang lain meskipun penuh dengan kekurangan.

Pada akhirnya kami selalu berusaha untuk menjadi lebih baik, dan tentunya kami membutuhkan saran, kritik, data, dan informasi untuk ke depannya.

terima kasih.

04 Juni 2010

Kita dan Selera

Bagaimana mungkin konsumen bisa menentukan selera, jika secara tidak sadar selera kita dibentuk oleh pasar.
Kemarin saya sempat jalan-jalan ke salah satu pasar oligopoli di Makassar. Pasar yang menyediakan salah satu kebutuhan primer manusia, sandang (baca:pakaian). Menurutku, ini adalah tempat berbelanja yang cukup murah, karena tempat transit pertama barang-barang jualan ya di sini. Sebelum didistribusikan lebih lanjut ke toko-toko besar seperti supermarket atau pun mall-mall. Jadi harga yang dipasang para pedagang pun tidak terlalu mahal. Selain karena alasan harga tadi, ada hal lain juga yang buat ku senang berbelanja di sini. Suasananya sederhana. Dan memang pada dasarnya saya tidak terlalu suka membelanjakan uangku di mall-mall besar. Itu sama saja membantu orang yang memang sudah kaya untuk lebih kaya lagi. Dan sama saja menyukseskan agenda pemasyarakatan mall-mall mewah di makassar yang kemudian berdampak pada didepaknya pasar-pasar tradisional. Agenda terselubung bayang-bayang kapitalisme saat ini.
Setelah berkeliling hampir dua jam, saya belum juga dapat barang yang kucari. Tadinya kupikir, akan tidak terlalu sulit untuk mendapatkan barang yang sedang kucari. Ternyata, justru kebalikannya. Hampir seluruh sentra penjualan celana jins sudah ku singgahi. Mulai dari yang kiosnya hanya berukuran 2x2 meter sampai kios yang ukurannya seperti ruang kuliahku di kampus. Semua itu ku telusuri hanya untuk mencari celana jins yang modelnya tidak botol (baca:standar). Setelah menyusahkan seluruh pedagang hampir di tiap tempat yang kusinggahi, jawabannya sama, tidak ada. Sempat ada salah satu pedagang yang secara tidak sengaja mengejekku. Katanya aku sudah ketinggalan jaman. Di jaman sekarang ini masih saja mencari celana model standard. Saya dianggapnya tidak gaul.
Dalam hati, sempat miris juga melihat realita seperti ini. Bukannya tidak gaul, melainkan ini masalah selera. Tanpa sadar, kita memang telah dibentuk oleh apa yang ada di sekitar kita.
Kita butuh makan. Sebenarnya kita bisa makan apa saja. Kita bisa saja hanya makan nasi dengan lauk tempe yang dimasak sendiri, tapi di lingkungan kita hanya dijual ayam kentucky yang sangat terkenal itu. Tanpa alasan lain, ya kita makan itu saja.
Kita bisa saja akan suka nonton lakon wayang atau tari-tari tradisional Indonesia yang sangat beragam, tapi televisi hanya menayangkan film-film Hollywood yang dianggap masuk kriteria Box Office. Yang membuat persepsi di pikiran kita masing-masing bahwa tayangan tersebut adalah tayangan yang 'keren'. Jadinya, kita tidak diberi ruang untuk suka pada budaya kita sendiri.
Kita bisa saja beranggapan bahwa aksi-aksi mahasiswa tidak selamanya anarkis. realitanya memang demikian. Tidak semua aksi mahasiswa dihiasi dengan adegan pelemparan batu. Namun, berita-berita televisi hanya menyiarkan aksi yang berujung bentrok saja. Aksi damai dianggapnya adalah suatu berita yang tidak menjual. Jadinya, terbentuklah stigma maysarakat bahwa aksi mahasiswa itu selalu keras dan anarkis.
Sama halnya dengan yang baru kualami kemarin..
Kita bisa saja tidak menjadi gadis kebanyakan dengan mode kita yang beda sendiri dan tidak menjadi korban mode yang terpaksa pakai celana botol agar dianggap tetap mengikuti tren. Tapi pasar tidak menyediakan pilihan lain. Semua jenis celana yang diproduksi pabrik-pabrik pakaian dibuat dengan model botol pada ujungnya. Daripada tidak mengenakan celana, ku beli saja.
Tanpa sadar, konsumen ternyata betul-betul tidak diberi kesempatan untuk memilih.


Departemen Advokasi dan Kajian Strategis
Himahi FISIP Unhas