23 Agustus 2010

Kemerdekaan ‘sebatas’ mimpi ?

17 Agustus Tahun ‘45
Itulah Hari Kemerdekaan Kita
Hari Merdeka Nusa dan Bangsa
Hari Lahirnya bangsa Indonesia
MERDEKA…



Membaca barisan kalimat di atas,tentu,kita tahu bahwa itu adalah sepenggal Lagu Kemerdekaan Indonesia yang mulai digumamkan pada tanggal 17 Agustus 1945, 65 tahun silam. Kini, 65 tahun telah berjalan,banyak hal yang perlu refleksi bersama. Perlu sadar apakah setiap tanggal 17 Agustus cukup dengan berlomba-lomba memasang bendera agar timbul kesan bahwa itu menunjukkan nasionalis, mengikuti upacara kemerdekaan ‘sekadar’ rutinitas tahunan tanpa memaknai hakikat kemerdekaan. Dan apakah benar negeri ini sudah ‘merdeka’?.
Refleksi sejenak..Kini 65 tahun merdeka dan krisis pangan masih menjadi masalah klasik hingga kini. Sebuah ironi untuk negeri agraris seperti Indonesia. Krisis pangan dimana pangan bergantung pada impor dan harga kian melonjak semakin mencekik leher rakyat. Dimana keberpihakan kepada Rakyat?. Itu sebuah fakta tak terelakkan, bahkan semangat kolonialisme masih menggerogoti jiwa-jiwa ‘mereka’ yang katanya mewakili suara Rakyat. BUMN di-privatisasi-kan dengan berbagai dalih yang katanya untuk rakyat. Faktanya, BULOG, dijadikan privat dan industri hilir pangan hingga distribusi (ekspor-impor) dikuasai oleh perusahaan seperti Cargill dan Charoen Phokpand. Market access Indonesia dibuka lebar hingga 0% seperti kedelai (1998,2008) dan beras (1998). Sementara subsidi domestik (tanah, irigasi,pupuk, insentif harga) semakin berkurang. Kini, negeri ini dibanjiri dengan barang pangan murah, pasar domestik hancur (1995 hingga kini). Jelas membunuh petani!. Juga, deregulasi justru semakin menguntungkan perusahaan besar dan mengalahkan pertanian rakyat seperti UU No.25/2007 tentang Penanaman Modal, UU No.18/2003 tentang perkebunan (sumber: Serikat Petani Indonesia). Kebijakan ini semakin menggeliatkan upaya privatisasi menuju monopoli pasar.
Di sektor pertambangan, dengan dikeluarkannya UU No.4 tahun 2009 tentang mineral dan Batu Bara yang semakin membuka kesempatan ekspansi wilayah tambang, Kado Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap kasus lumpur Lapindo. Indonesia masih menghadapi persoalan kebakaran hutan dan lahan atau ‘sengaja’ dibakar?. Dimana jumlah titik api di tahun 2009, dari Mei 2009 hingga Agustus 2009, 21294,mayoritas di Kalimantan dan Sumatera. Pencurian ikan oleh 10 negara sehingga negara rugi 30 trilyun setiap tahun.
Lagi, Pasca Perjanjian Perdagangan bebas ASEAN dan Indonesia , Impor dari China lebih besar daripada ekspor Indonesia ke China. Defisit itu terus meningkat tajam dari 1,3 miliar dolar AS pada tahun 2007 menjadi 9,2 miliar dolar AS pada 2008 atau naik sekitar 600 persen. Bahkan sejak Januari hingga Oktober 2009, defisitnya mencapai 3,9 miliar dolar AS. Sepanjang tahun 2008 sampai 2009, sudah 426 perusahaan Tekstil dan produksi tekstil nasional sudah gulung tikar akibat kalah bersaing dengan produk impor China. (Sumber: Catatan awal tahun 2010 WALHI)
Presentasi kemiskinan memang turun dari 2009 hingga 2010 tak berubah banyak, Data BPS Maret 2009 berkisar 14,15%, namun faktanya jumlah orang miskin justru kian bertambah. Jumlah angka penganguran yang tak berubah banyak, hanya terus bergerak kisaran 10% atau sekitar 9,43 juta jiwa.
Sektor pendidikan, jargon pendidikan, sekolah gratis yang menggema, namun penerapannya masih ‘amburadul’. Biaya pendidikan mahal dan hasilnya pendidikan semakin tidak merata. Dalam RAPBN Pemerintah Indonesia 2011, sektor pendidikan dianggarkan 50,3 triliun, namun tetap saja tidak memenuhi amanat dalam UU yang seharusnya menganggarkan 20% dari total anggaran belanja negara. Juga,angka putus sekolah mencapai 12 juta jiwa atau mungkin saja lebih. Sekitar 155.965 anak berkeliaran di jalan. Sekitar 2,1 juta jiwa menjadi pekerja di bawah umur atau bahkan mungkin saja lebih. Pilihan yang sebenarnya bukanlah pilihan tepat untuk mereka yang seharusnya di usia itu mengecap pendidikan, rela mengobarkan dunia pendidikannya demi sesuap nasi. Hal ini seharusnya tidak terjadi jika ‘mereka’ yang katanya mewakili rakyat memenuhi tanggung jawabnya dengan tepat.
Selain itu, rakyat dipaksa untuk beranjak dari tanah sumber kehidupannya. Status HGU lahan petani takalar oleh PTPN XIV selama 25 tahun faktanya berarti tanpa batas waktu. Sejak tahun 1980-an hingga kini, tanah mereka masih terampas untuk menghasilkan gula demi target ekspor dan statistic ekonomi (baca: prestasi pemda).
Di atas hanyalah segelintir fakta ironis sekaligus menggelitik.

Apakah benar negeri ini, Indonesia, telah 65 tahun merdeka ?

Kemerdekaan ‘sebatas’ mimpi-kah ?.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar