08 September 2011

Sejarah Mahasiswa Indonesia

Bagaimana Kabarmu Mahasiswa?

Sejarah Mahasiswa adalah hal yang tidak dapat dipisahkan dengan sejarah pergerakan mahasiswa itu sendiri, karena eksistensi mahasiswa adalah manifestasi dari pergerakannya. Secara etimologi, mahasiswa terdiri dari kata maha dan siswa. Maha berarti amat, tinggi, atau besar, dan siswa adalah pelajar sekolah. Jadi mahasiswa adalah siswa/pelajar sekolah tinggi. Dan secara terminologi mahasiswa adalah sebutan untuk orang yang sedang menjalani pendidikan tinggi di sebuah universitas atau perguruan tinggi.

Gerakan Mahasiswa di Indonesia adalah kegiatan kemahasiswaan yang ada di dalam maupun di luar perguruan tinggi yang dilakukan untuk meningkatkan kecakapan, intelektualitas dan kemampuan kepemimpinan para aktivis yang terlibat di dalamnya. Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, gerakan mahasiswa seringkali menjadi cikal bakal perjuangan nasional, seperti yang tampak dalam lembaran sejarah bangsa.

Hiduupp Mahasiswa!!! Mungkin saya sudah mendengar jargon ini ditengah kerumunan orang yang memegang spanduk dan selebaran-selebaran karton yang juga berisi jargon-jargon. Jargon anti-kapitalisme dan juga anti-pemerintah yang otoriter. Juga dihiasi kepulan asap hitam berbau karet menyengat dari ban mobil yang sudah gundul. Ahh... sungguh pemandangan yang sangat indah dan tentu membakar semangat pemuda mahasiswa yang menyerukan kebebasan dari segala ketidakadilan.

Tidak lupa juga suara klakson dan keluhan dari pengguna jalan yang menggerutu. Atau geraman dari sopir angkutan umum yang terhalang untuk mencukupi setorannya hari ini. Memang Aksi membuat lalu lintas lumpuh sekitar beberapa menit dan beberapa menit setelahnya. Sekilas terdengar seperti paradoks yang saling bertentangan. Ketika sekumpulan mahasiswa yang rela berpeluh dan bermandi matahari demi kesejahteraan rakyat, justru menyusahkan rakyat itu sendiri.

Menyusahkan bagaimana? Apakah sama menyusahkannya dengan kelaparan? Atau sama menyusahkannya dengan tidak dapat berobat dan sekolah? Atau mungkin sama menyusahkannya dengan tidur beratap langit dan berlantai timbunan sampah? Mungkin beberapa menit dan beberapa menit setelahnya dari kepulan asap hitam yang menyengat serta carut marut lalu lintas mampu membuat apa yang orang-orang sebut dengan dunia, mampu mendengar walaupun hanya sedikit atau sedetik dari rintihan-rintihan yang menuntut keadilan? Sopir angkutan umum pun dan pengguna jalan lainnya melanjutkan perjalanan setelah api yang membara itu padam. Yah, apinya.

Pada hakikatnya Mahasiswa dalam tatanan sosial masyarakat memiliki posisi yang sentral seperti peran yang diembannya. Sering kita mendengar Agent of Change, Moral Force, dan Social Control. Agen perubahan dikala realitas kehidupan telah melenceng dari amanat konstitusi dan bahkan mencipta tatanan baru. Kalangan yang diberi hak sebagai motor kekuatan moral apabila bangsa telah amoral dan bahkan sebelum diambang amoral sekalipun. Kalangan yang harus mengamati realitas sosial dan bahkan pengurut sendi-sendi yang rapuh dalam bangsanya. Posisi mahasiswa sebagai kalangan yang independent dan seharusnya memang independent. Bukan mahasiswa seperti apa adanya tetapi bagaimana seharusnya sebagai kaum intelegensia yang diamanati Tri Dharma perguruan tinggi. Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian kepada masyarakat. Mungkin hal ini sering terngiang dan dibicarakan dalam kalangan mahasiswa. Namun, bagaimana masa depan peran ini? Apakah hanya akan menjadi jamur dan dianggap utopia dalam kehidupan mahasiswa dewasa ini?

Mahasiswa harus bebas dari berbagai intervensi politik apalagi terjun kedalam barang yang penuh lumpur itu, namun dituntut untuk mengambil langkah-langkah yang berarti politis. Langkah-langkah yang layaknya berasal dari posisi tengah,proporsional, bahkan memihak yang lemah tak berdaya dalam tatanan sosial masyarakat. Langkah-langkah yang harus dianalisis sebelum mengaktualisasikannya.

Ada beberapa hal yang menjadi penyebab hal yang sangat tidak diinginkan ini tercipta. Yang pertama, kalangan mahasiswa telah terinfeksi oleh organ-organ yang justru menghapus status pure-nya yang sentral. Banyak lembaga-lembaga mahasiswa yang terbelit organ-organ yang mempunyai orientasi politik. Mungkin inilah hal yang menjadi racun pahit yang membuat kalangan ini mengawang-awang diudara. Terkadang pula menjelma menjadi jembatan-jembatan yang mengagungkan usungannya. Sehingga terkesan menikmati kondisi ini. Yang kedua, kemerosotan budaya diskusi dan kajian fenomena kontemporer. Kalaupun ada ini hanya cenderung bersifat debat kusir. NATO. No Action, Talk Only. Begitu kiranya yang tepat untuk saat ini. Apalagi melahirkan solusi yang dapat di aktualisasikan untuk gerakannya, hampir nihil wahai pemuda! Mahasiswa yang dahulu yang dibanggakan karena keterpeduliannya, kini mahasiswa telah dimanjakan dengan kemajuan teknologi yang menggerus waktunya untuk memikirkan fungsi dan perannya yang kian surut dari terjangan ombak-ombaknya dahulu. Ombak yang dulunya mengantar perahu peradaban sosial. Dan ombak yang memecah karang-karang kapitalisme dan pemerintah yang otoriter. Dengan kondisi yang seperti inilah yang membuat kurangnya karya dan langkah pembelaan yang terkungkung oleh kaki tangan politik.

Sejak dahulu hingga kini sikap ini adalah pilihan dan akan tetap menjadi pilihan bagimu wahai pemuda. Menjadi sampah kapitalis yang apatis dan jembatan kungkungan politik? Ataukah menjadi mahasiswa yang punya naluri abadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar